KKL Angkatan 2007

Perkembangan KKL sampai hari ini adalah
1. Waktu KKL 2010 yang rencananya akan diadakan pada tanggal 26-31 Juli 2010 diajukan menjadi tanggal 14-19 Juli 2010. Dikarenakan menurut kalender akademik yang diperoleh, pada tanggal 26-31 Juli 2010 berbenturan dengan jadwal KKN periode ke 2. Jadwal yang berubah juga masih dalam konfirmasi.
2. Tujuan KKL 2010 rencannya akan diadakan di Bali dan Lombok. Dengan rute dan biaya yang belum di tentukan karena perusahaan tujuan dan biro perjalanan masih dalam konfirmasi.
3. Diharapkan bagi temen-temen angkatan 2007 Ilmu Kelautan UNDIP mengumpulkan iuran sebesar Rp 10.000,00 sebagai dana awal KKL 2010. Iuran dapat dikumpulkan di Haryu atau Nana selaku bendahara. Maksimal pengumpulan iuran tanggal 5 Maret 2010.
Terima kasih atas perhatian temen-temen agar kegiatan KKL yang akan kita kerjakan bersama-sama dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang kita harapkan. Amin.


Read More......

Menanggulangi Pencemaran Logam Berat

Oleh:
Dindin H Mursyidin SSi
Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru


Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri. Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir (membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama terjadinya pencemaran logam berat.

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik.

Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya, merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn).
Oleh:
Dindin H Mursyidin SSi
Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru

Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri. Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir (membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama terjadinya pencemaran logam berat.

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik.

Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya, merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn).
Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), serta beberapa metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif, electrodialysis dan reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung menimbulkan permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan organisme akuatik (perairan).

Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia (dalam istilah Biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval), menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keracunan elemen logam berat di lingkungan perairan tersebut. Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi.

Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.



Organisme Selular

Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd dan Pb.

Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum. Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake (bioakumulasi).

Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.

Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti ditunjukkan oleh akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris yang mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel, sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26 persen.

Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan.

Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat merupakan hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun industri. Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah dijumpai, mempunyai spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem akuakultur.

Sumber: http://www.ychi.org/





Read More......

Ada Lintah di Ususnya

Anda penggemar kangkung? Suka cah kangkung, petis kangkung, kangkung cos, atau lain-lain yang berkaitan dengan kangkung? Mungkin cerita ini dapat menjadi pertimbangan bagi Anda pada saat akan mengkonsumsi kangkung.

Saya mendapat cerita ini dari seorang teman. Tapi saya lupa tempat persisnya di negara mana. Kalau bukan Singapura, ya Malaysia.

Suatu hari di rumah sakit terkenal, semua dokter kebingungan hanya karena ada seorang anak kecil yang tampak menderita sakit perut. Anak itu dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya setelah dua hari menderita diare.

Sudah bermacam obat sakit perut yang diberikan kepada anak itu. Namun, diarenya tidak kunjung sembuh.

Di rumah sakit, orang tua anak tersebut ditanya oleh dokter, makanan apa saja yang sudah dimakan oleh anak tersebut selama dua hari ini.

Orang tua anak itu kebingungan. Sejak diare, otomatis anak tersebut tidak mau makan. Dia hanya minum susu. Itu pun langsung dikeluarkan lagi.

Usut punya usut, ternyata sebelum menderita diare, malamnya anak tersebut baru saja diajak makan kangkung cos di restoran oleh orang tuanya.

Dokter segera melakukan rontgen. Ternyata di usus anak tersebut telah berkembang biak lintah dengan anaknya yang kecil-kecil.

Dokter angkat tangan dan menyatakan tidak sanggup mengambil tindakan medis apapun. Akhirnya anak kecil tampan yang malang itupun meninggal dunia.

Usut punya usut, ternyata lintah itu sebelumnya bersembunyi di dalam batang kangkung yang besar. Memang, untuk penggemar kangkung cos, yang paling enak adalah batangnya. Apa lagi jika dimasak oleh seorang ahli, kangkung cos rasanya akan menjadi renyah.

Lintah yang berada di dalam batang kangkung itu tidak akan mati walau dimasak. Apa lagi untuk kangkung cos, proses memasak tidak terlalu lama untuk menghasilkan rasa kangkung yang enak. Lintah hanya akan mati jika dibakar.

Di dalam usus anak tadi, lintah yang tadinya hanya seekor, dalam dua hari berkembang biak dengan cepatnya karena terus menerus menghisap darah yang ada. Otomatis dokter juga kebingungan. Bagaimana mematikan/membersihkan lintah yang telah sangat banyak tersebut dari dalam usus anak malang itu.

Sumber: http://www.inilah.com




Read More......

Peduli Terumbu Karang Iya, Kasih Solusi Juga

Apa yang bisa dilakukan buat melestarikan terumbu karang? Nah para peneliti remaja ini punya jawabannya.

Pastinya semua udah tahu dong negara kita sebagian besar terdiri dari lautan. Potensi yang terkandung di dalamnya juga banyak banget, dan bisa dimanfaatkan buat menunjang aspek perikanan, sumberdaya alam, juga pariwisata. Tapi, alih-alih dijaga supaya tetap lestari,eh kawasan perairan laut justru sedang mengalami bahaya kerusakan, seperti juga hutan. Dan salah satu yang paling terancam ya terumbu karang.

Masalahnya, jika benar-benar rusak, bakalan menganggu keseimbangan ekosistem laut. Ini lantaran terumbu karang nggak cuma indah dipandang, tapi juga sumber kehidupan banyak populasi hewan laut. Upaya menyelamatkan terumbu karang bukannya nggak ada, dan sudah dilakukan oleh pemerintah, kalangan pecinta lingkungan, juga masyarakat. Seolah nggakmau ketinggalan, belum lama ini para remaja SMA pun ikut memberikan sumbangan pemikiran.

Lihat saja antusiasme mereka saat berlangsung Kontes Inovator Muda (KIM) III dengan tema pelestarian terumbu karang yang diadain oleh Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kontesnya sendiri udah terselenggara sejak 25 Oktober. Puncaknya pada Sabtu (25/10) saat tiga tim finalis pelestari terumbu karang dari Sulawesi Tenggara, Bali dan Jakarta, diminta mempresentasikan karyanya di depan dewan juri.

Dan nggak nyangka, baik ide, metode penelitian, dan hasilnya, paten banget, sampe bikin juri terkesan. Pokoknya seperti peneliti yang udah senior, mereka bersemangat saat membawakan makalah tentang pelestarian terumbu karang di lingkungan masing-masing. Simak deh paparannya I Gede Putu Dharma Yusa bersama Ni Luh Putu dan I Wayan Darya dari SMAN 4 Denpasar. Eh mereka sudah sejak dua tahun lalu melakukan penelitian lho, sekaligus ikutan langsung memelihara terumbu karang.

''Kita bahkan menanam hasil transplantasi terumbu karang ke laut,'' kata Yusa, saat memaparkan makalah bertema Analisis Korelasi Penerapan Asas Tri Hita Karana terhadap Efektifitas Pelestarian Terumbu Karang di Desa Serangan, yang kemudian jadi pemenang. Nggak hanya itu, mereka pun sempat bertindak sebagai gate keeper terutama buat sharing informasi tentang pelestarian terumbu karang di Desa Serangan.''Awalnya sih dari mulut ke mulut tapi sekarang udah mulai menyebar brosur,'' urainya.

Menurut Yusa, semestinya manusia dapat hidup berdampingan dengan lingkungannya. Itu sesuai konsep Tri Hita Karana yang mengajarkan hubungan dengan tuhan, alam dan manusia.''Jadi mau tidak mau kita harus mencintai lingkungan, sebelum menjadi rusak,'' tandas Yusa.

Musuh alami

Uraian wakil dari SMA 70 Jakata, Rizka Widyarini, Grace Lucy Secioputri dan Rila Anggraeni, juga penting diperhatiin nih soalnya ada hal yang bikin miris. Kata mereka, laut Jakarta udah tercemar berat, juga terumbu karangnya, akibat ulah manusia. Hanya saja, berdasarkan penelitian mereka, kerusakan terumbu ini bukan semata disebabkan ulah manusia, tapi juga akibat peningkatan populasi predator (pemangsa) terumbu karang yang disebut acanthaster placi sejenis bintang laut.

Karena itu, Rizka dan timnya nawarin beberapa solusi. Yang paling mudah untuk dilakukan, kata dia, adalah supaya nggak membuang sampah sembarangan ke laut.''Terutama sampah organik,'' kata dia. Wah apa hubungannya ya? Ia menjelaskan bahwa sampah organik adalah sumber makanan fitoplankton. Sementara fitoplankton merupakan sumber makanan si predator tadi. ''Jadi kebiasaan kita membuang sampah organik ke laut juga bisa memicu rusaknya terumbu karang,'' tegas dia.

Selain itu, mereka mengharapkan supaya pemerintah lebih gencar lagi menyosialisasikan kondisi lingkungan sebenarnya agar masyarakat memahami dan tergerak melakukan pelestarian.Untuk dirinya sendiri, Rizma sih mengaku bakal menyumbang kebiasaan untuk nggak ngebuang sampah organik.''Aku mungkin baru bisa sebatas ini bagi kelestarian lingkungan. Tapi ke depan kita emang ada niat buat ngembangin penelitian ini lagi,'' janjinya. n fia

Cinta Alam Sedari Dini

Menurut keterangan Dr Deni Hidayati, peneliti Puslit Kependudukan LIPI, yang juga Ketua KIM III, kegiatan ini dimaksudkan buat menggugah remaja sebagai generasi penerus supaya mampu berinovasi khususnya dalam menyelamatkan karang sedari awal. ''Luarannya sih kita harapkan para peserta bisa membawa misi pelestarian ekosistem terumbu karang Indonesia di daerah masing-masing,'' ungkapnya.

Selain itu juga, dari keterlibatan dalam melestarikan sumberdaya alam, para peserta dapat menyumbangkan ide-ide kreatif mengenai apa yang akan dilakukan untuk mengembangkan program pelestarian bagi sekolahnya, juga di masyarakat. Ada lagi yang pengin diintensifkan. Sebagian sekolah di lokasi-lokasi COREMAP, punya keinginan memasukkan pengetahuan pesisir dan laut sebagai materi pelajaran. Persoalannya, bahan dan materi tersebut masih sangat terbatas. ''Makanya, LIPI lewat bidang edukasi COREMAP, memfasilitasi pengembangan pendidikan kelautan melalui pelajaran muatan lokal,'' imbuh Deni. fia

Sumber: www.lipi.go.id

Read More......

Ternyata, Tsunami Raksasa Pernah Terjadi Ratusan Tahun Lalu


Penelitian tsunami di Meulaboh, Aceh dan Thailand Selatan menghasilkan temuan mengejutkan yakni, tsunami raksasa (Giant Tsunami) yang terjadi di penghujung 2004 pernah terjadi juga beberapa ratus tahun lalu di berbagai daerah di Indonesia .

Seandainya temuan-temuan ini sudah terungkap sebelum tahun 2004 maka usaha-usaha untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian mungkin telah dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat sebelum terjadinya tsunami," kata pakar paleotsunami dari LIPI Dr Eko Yulianto dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu.

Eko mengatakan, karena itulah semua pihak seharusnya mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian itu dengan mempertimbangkan peningkatan kapasitas penelitian paleotsunami di Indonesia.

Dalam rangka Tahun Internasional Planet Bumi, LIPI bekerja sama dengan Geoscience Australia, Universitas Hasanuddin Makassar , Universitas Gajah Mada Yigyakarta , Universitas Jenderal Sudirman Puwokerto , dan Universitas Diponegoro Semarang menyelenggarakan "workshop on the application of paleotsunami science to tsunami mitigation in Indonesia."

Pembicara yang akan hadir adalah para peneliti dari LIPI, ITB, Geoscience Australia, dan USGS dari AS yang pernah terlibat dalam riset yang menghasilkan bukti-bukti adanya tsunami raksasa ratusan tahun lalu di Aceh.

Lokakarya itu diharapkan dapat mengungkap bagaimana bukti-bukti itu ditemukan dan implikasi temuan itu.

Selain itu diharapkan bisa mengungkapkan hasil-hasil riset terbaru penelitian paleotsunami di selatan Jawa di antaranya tentang tsunami raksasa 400 tahun lalu di Lombok, Biak dan Pulau Simeuleu.

Eko juga menyesalkan catatan sejarah kejadian tsunami di Indonesia hanya mencakup rentang waktu yang sangat pendek yang baru dimulai sekitar 400 tahun lalu.

"Catatan sejarah yang amat pendek ini tidak merekam kejadian-kejadian tsunami besar yang biasanya memiliki waktu perulangan lebih dari 400 tahun," katanya.

Sumber: www.lipi.go.id

Read More......